Posted by: bankwahabi | April 27, 2008

Tokoh Besar Wahhâbi; Syeikh Nâshiruddin al Albâni menipu Awam Wahhâbi

Tokoh Besar Wahhâbi; Syeikh Nâshiruddin al Albâni menipu Awam Wahhâbi

Sepertinya menipu dan tidak jujur dalam mendiskusikan dan atau menukil sebuah data telah menjadi kebiasaan kaum Wahhâbi/Salafy, khususnya ketika terkait dengan keyakinan mereka yang menyelisihi kaum Muslimin (selain Wahhâbi, itupun kalau masih dianggap sebagai Muslimin?!), seperti ketika mereka ngotot ingin membela akidah menyimpang mereka bahwa Allah SWT bersemayam di langit. Maha suci Allah dari pensifatan oleh kaum jahil.

Kali ini, saya ajak pembaca setia blog Abu Salafy untuk menyaksikan langsung kecurangan Syeikh kebanggaan kaum muda Salafy bersemangat tinggi dalam membedah Hadis/Sunnah, dia adalah Syeikh Nâshiruddin al Albâni dalam catatan pinggirnya atas kitabnya Mukhtashar al ‘Uluw (ringkasan kitab al ‘Uluw karya adz Dzahabi yang dijadikan pegangan kaum Wahhâbi dalam akidah Tajsîm terselubung mereka).

Ketika menyebut hadis Jâriyah (budak wanita), ia menyebut di antara ulama yang menshahihkan hadis tersebut adalah al Baihaqi dan ia (al Baihaqi) mengatakan Muslim menshahihkannya.

Untuk lebih jelasnya mari kita baca langsung hadis tersebut dalam riwayat Muslim, sesuai yang termaktub dalam Shahih-nya dengan syarah Imam an Nawawi,5/20:

حدثنا أبو جعفر محمد بن الصباح وأبو بكر بن أبي شيبة وتقاربا في لفظ الحديث قالا:حدثنا إسماعيل بن إبراهيم عن حجاج بن صواف عن يحيى بن أبي كثير عن هلال بن أبي ميمونة عن عطاء بن يسار عن معاوية بن الحكم السلمي قال:بينا أنا أصلى مع رسول الله (ص)إذ عطس رجل من القوم؟ فقلت: يرحمك الله فرماني القوم بأبصارهم! فقلت: واثكل أمياه ما شأنكم تنظرون إلي؟! فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم! فلما رأيتهم يصمتونني لكني سكت، فلما صلى رسول الله (ص) فبأبي هو وأمي ما رأيت معلما قبله ولا بعده أحسن تعليا منه؟ فو الله ما كرهني ولا ضربني ولا شتمني، قال: (إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شئ من كلام الناس إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القران ” أو كما قال رسول الله (ص)، قلت:يا رسول الله إني حديث عهد بجاهلية، وقد جاء الله بالاسلام وإن رجالا يأتون الكهان، قال:” فلا تأتهم”.

قال ومنا رجال يتطيرون، قال:” ذلك شئ يجدونه في صدورهم فلا يصدنهم” قال ابن الصباح:فلا يصدنكم.قال:قلت:ومنا رجال يخطون؟ قال:” كان نبي من الانبياء يخط فمن وافق خطه فذاك”.قال:وكانت لي جارية ترعى غنما لي قبل أحد والجوانية، فاطلعت ذات يوم فإذا الذيب قد ذهب بشاة من غنمها وأنا رجل من بني آدم آسف كما يأسفون، لكني صككتها صكة فاتيت رسول الله (ص)،فعظم ذلك علي،قلت:يا رسول الله أفلا أعتقها؟! قال:”ائتني بها” فأتيته بها؟ فقال لها:”أين الله؟ ” قالت: في السماء . قال : ” من أنا؟” قالت:أنت رسول الله. قال:”أعتقها فإنها مؤمنة”

Dalam kesempatan ini saya hanya akan menerjemahkan bagian terakhir hadis saja mengingat bagian itu yang dijadikan dalil andalan kaum Mujassimah modern (Wahhâbi/Salafy):

“Aku memiliki seorang budak perempuan yang mengembala kambing-kambingku sebelum Uhud dan jawaniyah. Pada suatu hari aku saksikan seekor srigala menyambar seekor kambing gembalaannya, karena aku seorang anak Adam (manusia biasa) maka aku menyesalinya seperti mereka juga menyesalinya. Hanya saja aku menempelengnya dengaan sekali tempelengan, kemudian aku mendatangi Rasulullah saw., aku menyesali perbuatanku. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah perlu aku merdekakan dia?” Beliau bersabda, “Bawa dia kemari!” Maka aku bawa ia menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah?” Ia menjawab, “Di langit.” Siapa aku?, lanjut Nabi. ‘Engkau Rasulullah’, jawabnya. Maka Beliau bersabda, “Merdekakan dia! Sesungguhnya ia seorang mukiminah.”

Abu Salafy berkata:

Dalam kesempatan ini saya tidak akan mempermasalahkan fighul hadis dan kandungannya serta idhturâb/kekacauan redaksi dalam riwayat itu. Sebab sebelumnya telah saya bahas masalah itu dan kerancuan penukilan teks riwayat bagian akhir dengan radaksi seperti di atas. Akan tetapi yang penting bagi kita adalah menyaksikan langsung bagaimana “demonstrasi kejujuran ilmiah” pembesar Wahhâbi dan pakar hadis kebanggaan mereka yang denggan terang-terangan mempermaikan akal dan keluguan (baca kedangkalan/kebodohan awam Wahhâbiyyin) menipu demi membela akidah menyimpangnya. Seperti pernah saya singgung bahwa kaum Wahhâbi demi mencari pembenaran atas kayakinan mereka, tidak segan-segan memalsu atsar atas nama salaf dan para aimmah, pembesar ulama umat ini.

Kali ini pembaca saya ajak menyaksikan bukti “kejujuran ilmiah” itu dari Syeikh Nâshiruddîn al Alabni.

Setelah menyebut hadis di atas, al Albâni berkomentar demikian dalam kitab Mukhtashar al ‘Uluw: 82, ketika menyebut nama-nama ulama yang menshahihkan hadis di atas:

” البيهقي في الاسماء حيث قال عقبه ص 422 : وهذا صحيح قد أخرجه مسلم “

“Al Baihaqi dalam (kitab) al Asmâ, di mana ia berkata setelahnya: 422, ‘Ini adalah hadis shahih. Imam Muslim telah meriwayatkannya.’”

Syeikh al Albâni dalam melakukan penukilan komentar al Baihaqi di atas tidak jujur! Ia sengaja memenggal lengkap komentar al Baihaqi yang jelas-jelas tidak menguntungkannya. Perhatikan lengkap komentar al Baihaqi dalam kitab al Asmâ’ wa ash Shifât, persis pada halaman yang ia sebutkan:

” وهذا صحيح قد أخرجه مسلم مقطعا من حديث الاوزاعي وحجاج الصواف عن يحيى بن أبي كثير دون قصة الجارية. وأظنه إنما تركها من الحديث لاختلاف الرواة في لفظه ؟

وقد ذكرت في كتاب الظهار من السنن مخالفة من خالف معاوية بن الحكم في لفظ الحديث ” .

“Ini adalah hadis shahih, Muslim telah mengeluarkan (meriwayatkan)nya dengan memotong (tidak keseluruhan/total riwayat) dari hadis (riwayat) al Awza’i dan Hajâj ash Shawwâf dari Yahya ibn Abi Katsîr tanpa menyenut kisah Jâriyah (budak perempuan). Mungkin ia meninggalkan (menyebutnya) dalam hadis itu disebabkan perselisihan para perawi dalam penukil redaksinya. Dan saya telah menyebutkan dalam kitab as Sunan pada bab adz Dzihâr perselisihan perawi yang menyelisihi Mu’awiyah ibn Hakam dalam redaksi hadis.”[1]

Demi Allah! Dan demi kemulian ilmu agama, terserah Anda untuk menamai apa yang dilakukan Syeikh kebanggaan kaum Wahhâbi ini? Penipuan! Kecurangan! Atau apapaun, terserah Anda!

Bagiamana Syeikh kebanggaan kaum Wahhâbi ini mengatakan bahwa al Baihaqi berkaata, “Imam Muslim telah meriwayatkannya.”? Sedangkan Imam al Baihaqi, seperti Anda saksikan sendiri menegaskan bahwa kisah budak perempuan itu tidak termasuk riwayat Imam Muslim!! Dan redaksi seperti yang dibanggakan kaum Mujassimah masih diperselisihkan para perawi, (seperti juga telah saya beber dalam kesempatan sebelumnya).

Jadi kalau hadis tersebut sekarang termaktub dalam kitab Shahih Muslim, sementara al Baihaqi mengatakaan bukan bagian dari riwayat Imam Muslim, maka hanya ada dua asumsi:

Pertama, Hadis itu (dengan redaksi tambahan kisah Jâriyah) adalah ditambahkan oleh orang lain ke dalam Shahih Muslim dengan tujuan melengkapi riwayat.

Kedua, Tambahan itu tidak termasuk dalam kitab/naskah Shahih Muslim yang dimiliki Imam al Baihaqi. Artinya naskah Shahih Muslim milik Imam al Baihaqi tidak lengkap!

Terlepas dari mana dari kedua asumsi itu yang benar, yang jelas Syeikh Besar kaum Wahhâbiyah telah melakukan sebuah kecurangan dalam menyebutkan komentar Imam al Baihaqi dengan tujuan yang tidak samar lagi bagi yang terbiasa meneliti ulah ulama dan tokoh Wahhâbi dari kelas mamapun mereka!

Tidak cukup itu, Syeikh Besar Wahhâbi ini meluapkan caci makinya atas sesiapa yang tidak meyakini keshahihan hadis di atas dan atau menyebutnya sebagai hadis muththarib/kacau redaksinya!

Ini baru satu dari sekian banyak kecurangan para pembesar kaum Wahhâbi; pewaris sejati kaum Salaf!

Mengapa harus curang?

Ya. Sebab kalau tidak curang kapan bisa menang!

Kalau tidak menipu, mana mungkin dapat menjaring kaum awam dalam jerat ajaran menyimpangnya!

Saran saya, untuk lebih menutup-nutupi kecurangan ulama kalian, usulkan kepada mereka untuk tidak mencetak dan memasarkan buku-buku ulama kecuali untuk kalangan sendiri; paea awam wahhabi/Salafy. Sebab jika buku-buku ulama kalian jatuh ke tangan selain Wahhabi/Salafy, nanti akan memalukan! Pasti akan dibongkar kecurangannya! Kedangkalan cara bernalarnya! Keawaman kesimpulannya! dll. Itu sekedar saran demi kebaikan dan lancarnya Da’wah Salafiyah!

Abu Salafy berkata:

Dengan membongkar data di atas, kami yakin kami pasti akan dibilang mencaci maki ulama pewaris para nabi!

Kami menfitnah! Berduta! Dan akhirnya Abu Salafy adalah Ahli Bid’ah dhalâlah.

Walhamdulillah al ladzi hadânâ Li Hâzâ.


[1] Dalam istialh para ulama hadis, riwayat yang diperselisihkan redaksinya oleh para perawi disebut muththarib, hadis kacau redaksinya. Dan seperti telah saya buktikan sebelumnya bahwa kekacauan redaksi dalam hadis tersebut disebabkan sebagian perawi meriwayatkan hadis tidak dengan redaksi asli sabda Nabi saw., ia meriwayatkannya dengan ma’nan (hanya kandungan.maknanya saja). Karenanya ia terjatuh dalam kesalahan. Sementara redaksi yang benar ialah tidak ada pertanyaan: Di mana Allah?”


Respon

  1. Tulisan ini bagus sekali.
    Kalau ada kesempatan cobalah untuk meneliti kitab Tafsir Jalalayn yang diberi hasyiyah oleh Imam Al-Shawi, ada halaman tentang Kaum Wahabi yang ditulis oleh Imam Al-Shawi yang dihilangkan dalam edisi terbitan Saudi Arabia. Kalau di edisi kitab lama terbitan Beirut halaman itu masih ada. Kaum Wahabi amatlah sangat tidak amanah, mereka mengubah dan membuang bagian dari kitab-kitab karya para ulama terdahulu yang menyerang atau tidak setuju dengan Wahabi. Ini juga terjadi untuk kitab-kitab turats yang lain yang diterbitkan di Saudi Arabia.


Tinggalkan komen

Kategori